Sunday, June 11, 2006

Hidup harus terus berjalan

Catatan: popok tri wahyudi

Saya jadi tahu dan menyadari, bagaimana para pengungsi takut untuk meninggalkan rumahnya. Apalagi kalau rumahnya sebagian temboknya runtuh. Sedih.. seperti siang ini ketika saya pulang kerumah. Sejak gempa sabtu 27 mei 2006 yang lalu, ini adalah kepulangan saya yang kedua. Barang- barang masih berantakan, saya belum sempat membereskannya. Saya lihat satu dua barang berharga andalan saya menyebar dipojok ruangan.

Bayangkan saja rumah itu adalah kebutuhan pokok manusia. Dengan berbagai cara dan upaya, banyak dari kita berusaha semampunya untuk membangun rumah. Entah dengan fasilitas kredit yang diberikan bank atau dengan membeli tunai. Walau untuk itu kita menabung bertahun- tahun lamanya. Betapapun jelek dan bagusnya sebuah rumah, kalau sudah menjadi milik sendiri adalah kebanggaan yang luar biasa. Dia menjadi tempat yang bisa dengan benar- benar membuat kita betah. Tempat yang paling dipercaya, tempat bertahan kita dan tempat bernaung yang menyenangkan.

Seperti mimpi, gempa yang kemarin itu dapat merubah segalanya dengan cepat. Sebuah istana yang kita bangun dalam sekejab hilang. Kita seperti terpana karena rumah yang kita diami, yang kita banggakan jadi tidak berarti ketika kuasa alam suadah berbicara. Masih ada rasa takut untuk memasuki rumah kita sendiri. Perasaan yang selama ini kita yakini, berusaha kita lawan, bahwa rumah kita sekarang tidak aman. Banyak retak disegenap dinding yang ada, gempa yang sekarang masih sering datang. Berulang kali mengingatkan itu. Saya sendiri tidak tahu sampai kapan keadaan ini benar- benar dapat dikatakan sepenuhnya aman.

Keadaan yogya sekarang sudah tidak darurat lagi, segala aktifitas sudah mulai berjalan normal. Mimpi buruk yang kemarin lambat laun semakin menghilang. Suatu waktu yang kemarin begitu cepat, mulai perlahan kembali normal. Ya.. roda kehidupan ini terus berjalan. Tanpa tahu kita harus mengalami yang senang ataupun yang susah. Barang- barang kita yang berantakan harus sudah kita bersihkan. Rumah yang roboh harus kita bangun lagi. Perlahan sesuai kemampuan kita. Sesuatu yang mustahil akan dapat diwujudkan kalau kita punya keyakinan yang besar untuk itu.

Beberapa pekerjaan yang telah tertunda harus segera dikerjakan. Setelah belajar sudah waktunya kita untuk ujian. Setelah kita tidur sudah waktunya kita untuk terbangun. Seperti malam dan siang, silih berganti, sedih dan senangpun juga akan berganti, ya hidup adalah sesuatu yang tumbuh, bergerak dengan sendirinya.

Mungkinkah kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama? Kalau kita dapat melangkahkan kaki dengan irama yang sama. Bekerja saling bahu- membahu, mengupayakan semua itu bersama. Tanpa ada tikus yang terlibat, keinginan ini akan dapat terwujud. Berpikir positif saja, toh pihak yang berwenang sudah memikirkan langkah ini. Apakah benar?

Mari kita lihat dan kita cermati

Harapan akan selalu ada selama kita menginginkan ini ada

Tidak berlebihan kan?

(tribute to my lovely house)