Wisata Bencana di Akhir Minggu
Transporter gaiacorps melaporkan, Jalan Imogiri Timur, Jalan Imogiri Barat, dan Jalan Parangtritis sepanjang pagi hingga menjelang malam ini mengalami kemacetan hingga sepanjang 3 kilometer.
Kemacetan diperkirakan terjadi karena meningkatnya jumlah wisatawan bencana pada akhir minggu ini, hari kedelapan pascabencana. Kebanyakan mereka melakukan perjalanan ke daerah-daerah bencana dan kamp-kamp pengungsian untuk memotret, atau sekadar melihat aktivitas pengungsi. Tetapi ada pula sejumlah keluarga yang berkeliling dengan mobil. Tidak sekadar untuk ‘berwisata’, tetapi juga membawa bantuan untuk disalurkan ke kamp-kamp pengungsian di sepanjang perjalanan. “Mereka datang sekeluarga, ngobrol-ngobrol, lalu membuka bagasi dan mengeluarkan sedikit bantuan yang mereka bawa,” ujar salah seorang relawan gaiacorps. Menurut Aan, salah satu transporter yang menjadi saksi mata, jenis-jenis bantuan yang mereka bawa di antaranya adalah sembako, hygiene kit, nasi bungkus, atau snack. Semuanya dalam kemasan-kemasan kecil.
Bencana gempa yang menimpa Jogjakarta dan Jawa Tengah, 27 Mei yang lalu memang tak hanya mengundang keprihatinan massal, tetapi juga perhatian dan decak dari masyarakat, baik penduduk lokal Jogja maupun orang-orang dari luar daerah. Sejak hari kedua pascabencana, kepadatan jalan menuju daerah Bantul dan sekitarnya salah satunya disebabkan oleh mereka yang berdiri di tepi-tepi jalan, memadati situs-situs korban bencana, entah untuk sekadar menonton atau mengambil gambar. Beberapa situs yang mengundang perhatian media dan kalangan luas di antaranya adalah gedung STIE Kerjasama dan gedung BPKP di Jalan Parangtritis.
Maraknya wisata bencana juga ditandai dengan ‘lenyapnya’ kamera dari peredaran. Beberapa teman yang memiliki akses ke media rekam tersebut menyatakan sulitnya mendapatkan kamera Single Lens Reflect (SLR), dari jenis manual hingga digital, terutama pada akhir minggu ini. Demikian pula yang dialami oleh salah seorang teman fotografer amatir yang datang dari
Wisata di kala pascabencana memang ekses yang, kendati ironis, tak dapat terhindarkan. Mobilisasi
Dalam perjalanan menuju Blali, Seloharjo, saya sempat bergumam dengan seorang teman saat melewati mereka: “Kalau saja mereka yang berdiri di tepi-tepi jalan nggak cuma nonton, tapi ikut melakukan sesuatu untuk para korban bencana.” Teman saya menimpali, “Apalagi jumlah mereka banyak sekali. Kalau sekian banyak orang dikerahkan untuk jadi relawan yang mendampingi korban, bayangin.”
Akhir minggu ini menjadi akhir minggu yang riuh-ramai di daerah Bantul dan sekitarnya. Sejumlah artis pun turut datang, entah apa pun maksud kedatangan mereka. Pengungsi dan korban bencana tentu ikut senang, karena kedatangan mereka membawa buah tangan. Tetapi jangan lupa berempati. Jangan hanya jadi penonton. Mereka tak suka ditonton. Tengoklah salah satu tulisan di tepi jalan:
“Tolong, desa xxx, 100 m (tanda panah) rusak parah. Kami butuh bantuan, bukan jadi tontonan!!!”
<< Home