Saturday, June 03, 2006

Transporter...Punya...Cerita...

curhat: aan

Transporter....
Mendengar kata itu, ingatan kita langsung menuju salah satu film box office yang sukses.
Secara simpel, transporter adalah orang yang bertugas mengantar barang atau para volunteer dalam situasi penanggulangan bencana gempa ini.

Bisa jadi ada puluhan bahkan ratusan orang yang berperan sebagai transporter dalam hari-hari penanggulangan bencana gempa ini. Berpacu dengan waktu, di tengah ribut suara klakson, sirene, dan macetnya jalan yang harus dilalui agar apa yang dibawanya sampai tepat waktu dan selamat di tujuan: sebuah tantangan tersendiri yang harus dijalani oleh para transporter.

Aku, sebagai salah seorang transporter gaiacorps dalam penanggulangan gempa ini, punya banyak cerita.

Dimulai dengan gelap dan mencekamnya jalanan ke Mblali ketika malam sebelum lampu jalan hidup, dan tantangan tidak dijarahnya barang yang aku bawa di tengah jalan oleh orang-orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Bayangin aja, salah seorang teman transporter cerita bahwa ia dicegat sekelompok orang dan disuruh menurunkan barang bawaannya. Kalau menolak, mobilnya terancam dibakar.

Belum lagi terjalnya bukit dan dalamnya jurang yang harus dilalui dalam perjalanan mengantar para volunteer ke posko-posko pengungsian penduduk yang berada di bukit-bukit sekitar Mblali. Dengan 15 nyawa anak orang berada di tanganku, aku harus hati-hati saat harus menaiki bukit dan bersisian dengan jurang. Ketika harus melalui jalan yang hanya cukup untuk satu mobil, langsung otakku berpikir...
"Gawat, seandainya ada mobil lain yang naik bakal gimana, ya...?" Dan hal itu terjadi. Di tengah perjalanan, mobil yang kukendarai berpapasan dengan mobil salah satu partai yang katanya"peduli" dengan peristiwa gempa ini.
"Busyet, gimana nih... Kalau minggir, ada jurang di tepi jalan. Tanah di pinggir jurang kuat nggak ya menahan bobot mobil ini? Gimana kalau..."
Akhirnya aku menepi; berhenti persis di bibir jurang dan memberi jalan buat mobil partai tersebut. Untunglah Tuhan masih menolongku dan teman-teman. Karena tanah di tepi jurang itu ternyata kuat. Terima kasih, Tuhan... Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi.

Cerita ini berlanjut ke hari berikutnya, di mana aku harus kenalan dengan "Si Ijo", sebuah pick-up Kijang tahun 80-an gitu...(Nih mobil lebih tua-an, kali, dari gw).
"Si Ijo" ini ternyata "centil", soalnya setiap kali direm kepalanya langsung toleh kiri-toleh kanan. Dan kalau udah di lampu merah, centilnya menjadi-jadi. Bisa-bisa cewek-cewek yang naik motor dan berhenti di sebelahku dicium ama dia. Hehehe ... tua-tua keladi!
"Si Ijo" ini, walaupun tua, tapi "matanya" tetap terang. Saking terangnya nggak bisa berkedip, alias lampu seinnya mati. Untunglah masa pdkt-ku dengan "Si Ijo" sukses, dan aku sudah bisa berteman dengannya. Bahu-membahu menyelesaikan peran kami dalam hari-hari penanggulangan bencana gempa ini... Lagian, "Si Ijo" ngingetin aku sama mobilku dulu zaman masih sma dulu.

Cerita ini sepertinya masih akan berlanjut, seiring berjalannya hari-hari penanggulangan bencana gempa ini.

Ngikuti gaya Ruben: "Keep rollin', Guys.."

*Dari gaia, aan out... :-)*