Tuesday, February 20, 2007

ketika bencana kembali melanda Yogyakarta



























Minggu, 18 Februari 2007.

Cuaca hari itu sungguh aneh. Mendung tebal menggelantung kelabu kehitaman sejak siang hari. Guntur sesekali lemah terdengar. Hujan yang tidak merata turun selama beberapa menit, berhenti, lalu turun lagi. Namun tak ada yang menduga jika pukul 5 sore itu sebuah bencana kembali menghantam Yogyakarta. Pusaran tornado alias angin puting beliung berkekuatan besar singgah di udara Yogyakarta yang belum seratus persen sembuh dari luka karena gempa bulan Mei lalu. Tak kurang dari empat kecamatan di Kota Yogyakarta: Umbulharjo, Pakualaman, Danurejan dan Gondokusuman menjadi sasaran amukan angin yang berputar-putar selama kurang lebih satu jam, menerbangkan atap-atap rumah dan memorak-porandakan semua yang dilewatinya. Pohon-pohon besar perindang jalan yang berumur puluhan tahun tumbang, tercerabut sampai ke akar-akarnya. Tiang listrik ambruk menimpa rumah-rumah di bawahnya. Beberapa baliho berjatuhan, rontok begitu saja. Yogyakarta kembali berduka. Bencana sepertinya belum bosan mendera.

Minggu, 18 Februari 2007, pukul 6 sore.
Gurit membawa berita. Sepanjang jalan dari rumah kostnya (di kawasan Jalan Parangtritis) menuju Prayan, dia sempat mengabadikan beberapa gambar angin puting beliung yang mengerikan itu (silakan lihat pada posting kami yang berisi foto-foto). Masya Allah.. kami hanya bisa memandanginya tanpa mampu berkata-kata..!

Minggu, 18 Februari 2007; pukul 8 malam.
Tim Yayasan Gaia dan gaiacorps segera bekerja. Assessment mulai dijalankan. Andre, Mono, Peri, Eka, Jeki, Drajat dan Yoga, dengan mobil dan motor melakukan survey ke area bencana. Jalan ditutup. Mobil hanya bisa menurunkan penumpangnya di sekitar stadion Mandala Krida. Semua penumpang kemudian berjalan kaki. Sepanjang Jalan Gayam (sekarang: Jalan Bung Tarjo) yang ditutup, pohon-pohon yang bertumbangan menjadi pemandangan yang mencekam, karena listrik juga padam. Bunyi generator – terimakasih untuk para dermawan yang mau meminjamkan genset-nya – menjadi pengiring bagi teriakan siapa saja yang malam itu ada di lokasi. Entah relawan, tim SAR, penduduk setempat yang menjadi korban, atau polisi, semuanya bahu membahu mencoba mengatasi keadaan. Andre dkk juga bertemu dengan pimpinan SARDA DIY, yang akan mendirikan poskonya di dekat Radio Geronimo, Gayam. Mereka menyambut baik niatan Yayasan Gaia untuk membantu korban bencana.

Senin dini hari, pukul 00.30.
Andre dan tim sudah kembali ke kantor Yayasan Gaia di Prayan. Kami melakukan koordinasi sebentar untuk bergerak esok harinya. Semua dokter sudah kami hubungi. Masih ingat Dokter Bambang dan Dokter Kusuma? Mereka masih setia bersama kami (terima kasih Romo Bambang dan Bu Kusuma, untuk selalu bersama Gaia kapanpun dan dimanapun kami memerlukan bantuan Anda berdua!); dan bersedia bertugas penuh esok hari.

Senin, 19 Februari 2007, pukul 8 pagi.
Semua sudah siap berangkat menuju lokasi. Our Red Landy yang baru saja pulang dari opname panjangnya di sebuah bengkel di Jakarta sudah siap dimuati bermacam-macam obat serta berbagai keperluan lainnya. Ya… Mobil Klinik tercinta siap beraksi kembali! Sebelumnya, Drajat dan beberapa teman lainnya sudah melakukan survey ulang ke lokasi yang direncanakan akan dijadikan posko bagi Yayasan Gaia (dan gaiacorps tentunya!). Beberapa relawan Mobil Klinik serta beberapa lulusan UGM (maaf, maksudnya bukan Universitas Gadjah Mada, tapi Universitas Gaia Mblali.. thanks to Ruben untuk akronimnya..!) telah pula kami hubungi. Nisa, Marti, dan Lian segera datang membantu.

Senin, 19 Februari 2007, pukul 10 pagi.
Order beberapa jenis obat datang dari posko ke kantor Prayan. Beberapa stok yang dibawa ternyata kurang dan butuh tambahan. Bersamaan dengan itu pula, sebuah order lain kami terima: Chainsaw alias gergaji mesin. Untuk apa? Rupanya pohon yang tumbang harus segera dipotong-potong agar tak menghalangi jalan dan menutupi rumah yang ditimpanya. Satu set chainsaw berukuran 70 merk STIHL yang dulu kami gunakan untuk menebang pohon milik penduduk Mblali (untuk membuat rumah) ternyata punya kesempatan untuk kembali menunjukkan kebolehannya. Yarhanuddin – yang biasa kami panggil Ambon – sang operator chainsaw yang juga lulusan UGM (sekali lagi, UGM = Universitas Gaia Mblali) siap melaksanakan tugasnya. Chainsaw milik beberapa instansi yang disumbangkan untuk dipakai memotong kayu-kayu itu ternyata kurang mampu menuntaskan pekerjaannya karena ukurannya terlalu kecil. Tanpa kenal takut, Ambon memanjati dahan-dahan tinggi dari pohon besar (yang masih menjulang meski pokok batangnya telah ambruk), dan mulai menggergajinya. Nunung dan Meki membantunya. Teman-teman dari SARDA DIY dan beberapa organisasi lain membantu menurunkan potongan-potongan pohon itu dan memotongnya lagi menjadi lebih kecil sehingga bisa diangkut dan dibawa dengan truk milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang telah siap di lokasi.

Senin, 19 Februari 2007, pukul 2 siang.
Pekerjaan tim medis telah berkurang. Pasien tidak banyak lagi yang datang berkunjung. Posko-posko kesehatan dari organisasi lain juga telah banyak didirikan. Tim gaiacorps bersiap-siap untuk pulang. Tapi ternyata, Ambon dkk masih terus berjuang; berkutat dengan chainsaw, kapak, serta gergaji. Masih banyak dahan yang belum dipotong. Bahkan menurut kabar yang kami terima, di beberapa perkampungan masih banyak pohon yang belum disingkirkan.

Senin, 19 Februari 2007, pukul 6 sore.
Kami memutuskan untuk pulang. Beristirahat. Besok kami masih akan kembali. Chainsaw dan operatornya kemungkinan besar masih akan diturunkan lagi. Gaiacorps mengundang Anda semua untuk turut berpartisipasi. Semua bantuan: tenaga, sumbangan sebuah chainsaw lagi, atau bantuan biaya beli solar untuk chainsaw kami, pastilah akan sangat berarti!

Terimakasih,
Salam!
(difla melaporkan dari Prayan 84B)
-gaiacorpstermasukanda-

ketika bencana kembali melanda Yogyakarta (foto-foto)